Misi Profetik Ilmu, Etika Keilmuan, Profesionalisme dan Tanggung Jawab Ilmuwan

Pengertian Misi Prophetic Ilmu dan Tanggung Jawab Ilmuan


Kata “prophetic” berasal dari bahasa inggris prophetical yang mempunyaimakna kenabian atau sifat yang ada dalam diri seorang nabi


Pendidikan profetik dapat dipahami sebagai seperangkat teori yang tidak hanya mendeskripsikan dan mentransformasikan gejala sosial, dan tidak pula hanya mengubah suatu hal demi perubahan, namunlebih dari itu, diharapkan dapat mengarahkan perubahan atas dasar cita-cita etik dan profetik


Dasar ketiga pilar nilai ilmu sosial profetik yang digunakan oleh Kuntowijoyo :

  • Amar Ma’ruf (humanisasi) 

  • Nahi Munkar (liberasi)

  • Tu’minuna Bilah (transendensi)


Profesionalisme dan Tanggung Jawab Sosial Ilmuan

Sikap dan dasar yang harus dimiliki sebagai seorang ilmuan : 


  • Kebenaran

  • Kejujuran

  • Tidak mempunyai kepentingan langsung

  • Menyandarkan diri pada kekuatan argumentasi untuk menilai kebenaran


Misi prophetic ilmu dan tanggung jawab para ilmuwan, yaitu sifat-sifat yang ada pada diri seorang nabi, yang memiliki sifat-sifat ideal individu spiritual, tetapi juga pelopor perubahan dan panduan masyarakat untuk perbaikan. Tujuan etika ilmiah adalah untuk menginspirasi, mendorong dan memotivasi orang untuk mengembangkan ilmu pengetahuan untuk kemaslahatan orang banyak dan tidak merugikan diri sendiri dan generasinya. Tanggung jawab para ilmuwan adalah untuk mencapai tujuan penting untuk mempromosikan keselamatan manusia dan mewujudkan manusia sebagaimana mestinya dan mencegah kehancuran manusia. 




Muqhashid Syariah

Definisi umum arti Maqashid syariah adalah ketaatan dalam menjalankan prinsip-prinsip syariah yang tujuannya demi terwujudnya kemaslahatan umat. Penerapan maqashid syariah melibatkan sejumlah kegiatan manusia yang berkait dengan menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga harta, dan menjaga keturunan. Oleh sebab itu penerapan maqashid syariah memerlukan SDM yang terlibat harus benar-benar mengerti dan paham tentang prinsip-prinsip syariah itu sendiri sehingga tidak menjerumuskan para pengguna dalam kegiatan yang terlarang.


Secara bahasa, kata maqashid sendiri berasal dari kata maqshad yang berarti tujuan atau target. Berangkat dari arti tersebut, beberapa ulama memiliki pengertian atau definisi mengenai maqashid syariah yang berbeda. Al-Fasi misalnya, menurutnya, maqashid syariah merupakan tujuan atau rahasia Allah yang ada dalam setiap hukum syariat.


Sedangkan ar-Risuni berpendapat bahwa maqashid syariah adalah tujuan yang ingin dicapai oleh syariat agar kemashlahatan manusia bisa terwujud. Secara umum, maqashid syariah memiliki tujuan untuk kebaikan atau kemaslahatan umat manusia. Tujuan ini sejalan dengan tujuan dari hukum Allah yaitu kebaikan.


Kemaslahatan yang dimaksud dalam hal ini mencakup segala hal dalam kehidupan manusia. Termasuk di dalamnya rezeki manusia, kebutuhan dasar hidup, dan juga kebutuhan lain yang diperlukan manusia. Di dalamnya juga mencakup kualitas emosional, intelektual, dan juga pemahaman atau pengertian yang mutlak.


Pembagian Maqashid Syariah


Berdasarkan tingkat kepentingannya, maqashid syariah bisa dibagi menjadi dharurat, hajiyat, tahsiniyat dan mukammilat.


Dharuriyat menurut Al-Ghazali adalah beragam maslahat yang menjamin terjaganya tujuan dari tujuan yang lima, yaitu memelihara agama, nyawa, akal, harta dan nasab.


Berikut 5 pembagian maqashid syariah dharuriyat :


  1. Memelihara Agama

Syariat Islam pada dasarnya diturunkan untuk menjaga eksistensi semua agama, baik agama itu masih berlaku yaitu agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, atau pun agama-agama sebelumnya.


Beberapa ayat Al-Quran yang menjamin hal itu antara lain :


 لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ


Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam) (QS. Al-Baqarah : 256)


 وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا


Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. (QS. Al-Hajj : 40).


2. Memelihara Nyawa


Syariat Islam sangat menghargai nyawa seseorang, bukan hanya nyawa pemeluk Islam, bahkan meski nyawa orang kafir atau orang jahat sekali pun.


Adanya ancaman hukum qishash menjadi jaminan bahwa tidak boleh menghilangkan nyawa.


 مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ


Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (QS. Al-Maidah : 32).


3. Memelihara Akal


Syariat Islam sangat menghargai akal manusia, sehingga diharamkan manusia minum khamar biar tidak mabuk lantaran menjaga agar akalnya tetap waras.


 يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا


Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah,”Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya. . . . (QS. Al-Baqarah : 219).


4. Memelihara Nasab Syariat Islam menjaga urusan nasab lewat diharamkannya perzinaan, dimana pelakunya diancam dengan hukum cambuk dan rajam.


 الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَةٍ وَلاَ تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ


Wanita dan laki-laki yang berzina maka jilidlah masing-masing mereka 100 kali. Dan janganlah belas kasihan kepada mereka mencegah kamu dari menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang beriman. (QS. An-Nuur : 2).


5. Memelihara Harta


Syariat Islam sangat menghargai harta milik seseorang, sehingga mengancam siapa mencuri harta hukumannya adalah dipotong tangannya.


 وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُواْ أَيْدِيَهُمَا جَزَاء بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ


Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qs. Al-Maidah : 38).


Hajiyat, yaitu maslahat yang bersifat sekunder, yang diperlukan oleh manusia untuk mempermudah dalam kehidupan dan menghilangkan kesulitan maupun kesempitan. Jika ia tidak ada, akan terjadi kesulitan dan kesempitan yang implikasinya tidak sampai merusak kehidupan.


Kebutuhan ini berlaku dalam bidang ibadat, adat, dan muamalah. Misalnya disyariatkannya jual beli dalam bidang muamalat guna menyempurnakan syariat tersebut maka juga disyariatkan mencari saksi. Contoh yang lainnya juga disyariatkan qiradh (berhutang) dan untuk menyempurnakannya disyariatkan juga untuk mencatat entah itu dari yang berhutang atau yang diberikan untuk berhutang.


Tahsiniyat, yaitu maslahat yang merupakan tuntutan muru’ah (moral), dan itu dimaksudkan untuk kebaikan dan kemuliaan.


Jika ia tidak ada, maka tidak sampai merusak ataupun menyulitkan kehidupan manusia. Maslahat tahsiniyat ini diperlukan sebagai kebutuhan tersier untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia (Al-Zuhaili, 1986:1020-1023).


Misalnya telah disyariatkan berkurban untuk menyempurnakannya disyariatkan juga untuk memilih hewan yang bagus dalam berkurban atau aqiqah, dan dalam berinfak disyariatkan berinfak dengan harta yang baik.


Mukammilat  artinya menyempurnakan atau sebagai penyempurna dari tingkatan pertama (Dharuriyyat), tingkatan kedua (Hajjiyat), dan tingkat ke tiga (Tasliyat).


   

 

Comments