PARADIGMA DAN TEKNIK INTEGRASI ILMU

 Nama : Indy Rahma Aulia 

NIM    : 2001015086/ 6B



PARADIGMA DAN TEKNIK INTEGRASI ILMU



A. Paradigma Dalam Integrasi Ilmu


Paradigma dapat diartikan sebagai seperangkat keyakinan atau kepercayaan yang mendasari seseorang dalam melakukan segala tindakan. Ilmu ialah suatu cara untuk mengetahui. 


integrasi ilmu dengan berbagai aspek kehidupan tercermin dari pola hubungan timbal balik antara ilmu dengan aspek-aspek utama kehidupan manusia, yaitu teknologi, kebudayaan, filsafat, dan bahkan agama sebagai salah satu instuisi sakral dalam kehidupan manusia.


B. Ragam Paradigma Integrasi Ilmu


1. Paradigma Fungsionalis/Positivisme


Positivisme merupakan paradigma ilmu pengetahuan yang paling awal muncul dalam dunia ilmu pengetahuan. Paradigma positivist/fungsionalis ini telah ratusan tahun menjadi pedoman bagi ilmuwan dalam mengungkapkan kebenaran realitas. Paradigma ini memiliki pendekatan yang berusaha untuk menjelaskan hubungan sosial dengan pemikiran yang rasional, dengan orientasi yang pragmatik berkaitan dengan pengetahuan tepat guna dan mengedepankan regulasi yang efektif serta pengendalian hubungan sosial. Positivist/fungsional selalu menekankan pada generalisasi untuk memberikan kekuatan akumulasi pengetahuan atas fenomena sebab akibat. Bagi pendukung paradigma ini penjelasan dan deskripsi adalah hubungan antara logika, data dan hukum atau mungkin standar yang diperoleh



2. Paradigma Interpretif


Ikaitkan dengan peran ilmu sosial, menurut Hendrarti paradigma interpretif memandang bahwa ilmu sosial sebagai analisis sistematis atas ‘sosially meaningful action’ melalui pengamatan langsung terhadap aktor sosial dalam latar alamiah agar dapat memahami dan menafsirkan bagaimana para aktor sosial menciptakan dan memelihara dunia sosial mereka.

Paradigma kritis berpandangan bahwa unsur kebenaran adalah melekat pada keterpautan antara tindakan penelitian dengan situasi historis yang melingkupi. Penelitian tidak dapat terlepas dari konteks tertentu, misalnya situasi politik, kebudayaan, ekonomi, etnis dan gender.


3. Paradigma Postmodern


Postmodernisme hadir dengan kritik terhadap pandangan modernisme. Salah satu kritiknya adalah ide mengenai subyektivitas yang dipegang teguh selama ini menyembunyikan kekuasaan. Ilmu-ilmu sosial didominasi oleh subyektivitas. Postmodernisme hadir dengan ciri-ciri hilangnya kedalaman dan hilangnya horizon waktu. Postmoden menerima pluralitas (fakta kemajemukan) dan prularisme (kemajemukan pikiran). Postmodern mengakui bahwa realitas tidak terbatas pada realitas fisik saja tetapi realitas psikis dan spiritual bahkan meliputi juga realitas absolut yaitu realitas Tuhan. Sepanjang sejarah telah lama diketahui bahwa pikiran manusia dapat bekerja dalam dua macam pengetahuan (modus kesadaran) yaitu rasional (sains) dan intuitif (agama). Pengetahuan rasional diperoleh dari pengalaman yang dialami dengan berbagai objek dan peristiwa dalam lingkungan sehari-hari ini hanya bisa eksis dalam relasinya dengan pengetahuan yang lain. secara metodologi, paradigma postmodern lebih menekankan pada keakuratan dan reliabilitas melalui verifikasi dan logical discourse. Dalam aksiologi, paradigma ini lebih menekankan pada peran nilai (role of value) dalam riset artinya peneliti membawa nilai-nilai sosial yang diletakkan untuk menjustifikasi fenomena yang diinvestigasi.



Jurnal Paradigma dan Integrasi Ilmu


  1. Itegrasi-Interkoneksi; Integrasi Keilmuan UIN Yogyakarta


Mengkaji tentang paradigma keilmuan di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, tidak lepas dari sosok Prof. Amin Abdullah,29 mantan Rektor sekaligus perumus tentang proyek integrasi-interkoneksi keilmuan di universitas ini. Beliau adalah salah satu sosok yang paling otoritatif dalam membincangkan persoalan integrasi ilmu agama dan sains di Indonesia. Sehingga, ketika bicara tentang paradigma integrasi keilmuan di UIN Yogyakarta, maka tak akan lepas dari pemikiran beliau.

Proyek integrasi keilmuan di UIN Sunan Kalijaga sudah berlangsung lama, jika dihitung dari awal berdirinya, yaitu pada tahun 2004 hingga hari ini tahun 2019, maka 15 tahun sudah proyek integrasi keilmuan telah diimplementasikan dan diinternalisasikan. Konsep integrasi yang dibangun adalah Integrasi-Interkoneksi ilmu. Untuk menggali lebih luas, konsep ini kemudian dituangkan kedalam sebuah naskah akademik, yang memandu para civitas academika UIN Yogyakarta, untuk menerapkan nilai-nilai integrasi di lapangan. Konsep tersebut, termaktub dalam buku Kerangka Dasar Keilmuan dan Kurikulum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang diterbikan pada tahun 2004.


  1. SD Al- Azhar 1 Bandar Lampung 

bahwa analisis model integrasi ilmu yang diimplementasikan dalam pelaksanaan pendidikan di SD Al- Azhar 1 Bandar Lampung menggunakan model modernisasi Islam. Islamisasi disini cenderung mengembangkan pesan Islam dalam proses perubahan sosial, perkembangan IPTEK, adaptif terhadap perkembangan zaman tanpa harus meninggalkan sikap kritis terhadap unsur negatif dan proses modernisasi.

Dalam konteks mengenai sistem pelaksanaan pendidikan di SD Al- Azhar 1 Bandar Lampung cenderung mengakomodir sistem pendidikan di pesantren (salafiyah) dan madrasah. Karenanya sejalan dengan semangat kemajuan dan modernisasi, maka SD Al- Azhar 1 Bandar Lampung berupaya menjadi lembaga pendidikan Islam modern dalam pengertian penguasaan ilmu dan teknologi modern yang memiliki standar kualitas yang sama dengan sekolah umum.


3. UIN Malang


UIN Maliki Malang menggunakan model integrasi keilmuan ‘pohon ilmu’, yang dipopulerkan oleh Imam Suprayogo. Suprayogo menyatakan bahwa Tuhan memerintahkan manusia untuk mengintegrasikan ilmu pengetahuan dengan cara memikirkan ciptaan langit dan bumi, misalnya dengan kalimat: “tidakkah kau perhatikan bagaimana unta diciptakan, langit ditinggikan, gunung ditegakkan, dan bumi dihamparkan”. Ayat tersebut merupakan anjuran untuk menggali ilmu seluas-luasnya. Jadi baik ayat-ayat yang tertulis maupun yang berupa kejadian alam semuanya wahyu Allah. Wahyu Allah yang mewujud dalam dua hal tersebut merupakan sumber semua cabang ilmu pengetahuan. Cara pandang epistemologi ini melahirkan konsep ‘pohon ilmu’ yang kemudian menjadi model integrasi keilmuan UIN Malang.

Wa rumpun matakuliah pada UIN Malang dikategorikan menjadi tiga wilayah. Pertama, rumpun matakuliah ilmu alat, yakni Pancasila, Bahasa Arab dan Inggris, Filsafat, Ilmu Alamiah Dasar dan Ilmu Sosial Dasar digambarkan sebagai akar yang harus dimiliki dan dikuasai secara kokoh untuk mempelajari ilmu-ilmu lainnya. Kedua, rumpun matakuliah ilmu pokok, yakni al-Qur’ân, al-Sunnah, shirah Nabawiyyah, Pemikiran Islam, dan Tamaddun Islam, digambarkan sebagai batang utama pohon. Rumpun matakuliah ini merupakan sumber ilmu yang harus dipelajari oleh seluruh mahasiswa. Ketiga, rumpun matakuliah ilmu-ilmu pengembangan, yakni Humaniora dan Budaya, Tarbiyah, al-Ahwâl al-Syakhsiyyah, Fisika, Kimia, Biologi, Ekonimi Islam, Ilmu-ilmu Kesehatan, Informatoka, dan Arsitektur. Ilmu-ilmu tersebut merupakan pengembangan dari ilmu pokok.

Mencermati konsep integrasi tiga UIN, dapat ditarik benang merah titik-titik kesamaan dan ketidaksamaan di antara ketiganya. Titik persamaannya adalah pada konsep epistemologi di mana ketiganya menempatkan al-Qur’ân dan al-Sunnah sebagai pusat dan sumber dari ilmu pengetahuan. Sedangkan letak perbedaannya secara ontologis, masing-masing menempatkan cabang ilmu secara berbeda.

Bagi UIN Jakarta secara ontologis memang ada keniscayaan berbagai rumpun ilmu yang merupakan entitas sendiri. Berbagai rumpun ilmu ini harus diakui adanya dan ditempatkan sejajar. Oleh karenanya misi integrasi UIN Jakarta adalah mendialog-kan berbagai rumpun ilmu secara terbuka, dialogis, dan kritis. Inilah paradigma keilmuan integratif yang menjadi landasan konsep integrasi dialogis khas UIN Jakarta.


Konsep integrasi UIN Yogyakarta lebih ditunjukkan oleh karakteristik interkoneksi tiga pilar keilmuan. Tiga pilar keilmuan diperlakukan secara interseksi dan interkoneksi sehingga memunculkan cabang-cabang turunan disiplin ilmu. Sementara bagi UIN Malang, integrasi ilmu lebih ditekankan pada penempatan al-Qur’ân dan al-Sunnah sebagai inti yang harus dikembangkan melalui observasi, eksperimen dan penalaran logis untuk mendapatkan ilmu turunan al-Qur’ân dan al-Sunnah yang kemudian melahirkan bidang ilmu kealaman, sosial, dan humaniora.




Sumber :

https://scholar.google.co.id/scholar?q=jurnal+paradigma+dan+teknik+integrasi+ilmu&hl=en&as_sdt=0&as_vis=1&oi=scholart#d=gs_qabs&t=1681969519745&u=%23p%3DKhRoYzNpZfYJ


https://scholar.google.co.id/scholar?q=jurnal+paradigma+dan+teknik+integrasi+ilmu&hl=en&as_sdt=0&as_vis=1&oi=scholart#d=gs_qabs&t=1681969889722&u=%23p%3DmABiRHlHL5EJ


https://scholar.google.co.id/scholar?q=jurnal+paradigma+dan+teknik+integrasi+ilmu&hl=en&as_sdt=0&as_vis=1&oi=scholart#d=gs_qabs&t=1681970232679&u=%23p%3DmABiRHlHL5EJ


https://scholar.google.co.id/scholar?q=jurnal+paradigma+dan+teknik+integrasi+ilmu&hl=en&as_sdt=0&as_vis=1&oi=scholart#d=gs_qabs&t=1681969519745&u=%23p%3DKhRoYzNpZfYJ



Comments